Pesan Untuk Muslimah, Inilah Ancaman Buat Yang Masih Doyan Bergosip

Apa itu ghibah? Ghibah (menggunjing) atau bahasa modernnya disebut gosip, adalah menyebutkan sesuatu yang terdapat pada diri seorang muslim, sedang ia tidak suka (jika hal itu disebutkan). Baik dalam keadaan soal jasmaninya, agamanya, kekayaannya, hatinya, akhlaknya, bentuk lahiriyahnya dan sebagainya. Caranya-pun bermacam-macam. Di antaranya dengan membeberkan aib, menirukan tingkah laku atau gerak tertentu dari orang yang dipergunjingkan dengan maksud mengolok-ngolok.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah engkau apa itu ghibah?”
Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Beliau berkata, “Engkau menyebutkan kejelekan saudaramu yang ia tidak suka untuk didengarkan orang lain.”
Beliau ditanya, “Bagaimana jika yang disebutkan sesuai kenyataan?”
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika sesuai kenyataan berarti engkau telah mengghibahnya. Jika tidak sesuai, berarti engkau telah memfitnahnya.” (HR. Muslim no. 2589)
“Ghibah adalah menyebutkan kejelekan orang lain diwaktu orang itu tidak ada saat pembicaraan.” (Imam An-Nawawi)

Masalah ghibah kelihatannya adalah masalah yang sepele dan ringan, akan tetapi sebenarnya masalah ini adalah masalah yang sangat berat karena menyangkut kehormatan seseorang. Apalagi kalau yang dighibah adalah saudara Muslim kamu sendiri yang mana kehormatan seoarang muslim sangat dijaga.

Mengenai hukum haramnya ghibah, dalilnya sudah sangat jelas sekali baik yang terdapat dalam Al-Qur’an, hadist Nabi dan kesepakatan kaum muslimin sendiri. Men-ghibah adalah perbuatan kemungkaran yang sangat besar yang sangat diharamkan, bahkan termasuk dari dosa-dosa besar. Hal ini berdasarkan firman Allah ta’ala:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Hujurat: 12)

Dalam ayat tersebut dikatakan bahwasanya kita sebagai umat islam dilarang untuk saling membenci dengan cara menggunjing ataupun mencari-cari kesalahan seseorang. Yang mana belum tentu orang yang dibicarakan meridhoi dan tidak ingin berita tersebut diketahui orang lain.

Perintah ini dipertegas oleh baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam melalui sebuah hadits yang artinya : “Wahai orang yang beriman dengan lisannya, tetapi tidak beriman dengan hatinya. 

Janganlah kamu mengumpat kaum muslimin dan janganlah mengintip aib mereka. Maka barang siapa yang membuka aib saudaranya, niscaya Allah akan membuka aibnya. Dan siapa yang dibuka Allah akan aibnya, maka Allah akan membuka aibnya meskipun dirahasiakan di lubang kendaraannya.” (HR. Tirmidzi)

Layaknya aurat yang harus dijaga, Aib tidak boleh ditampakan dan diketahui orang lain. Entah dengan terang-terangan maupun dengan mengkritik atau membicarakan orang lain tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan (Ghibah). Hal ini juga termasuk kedalam salah satu perbuatan bernilai dosa besar.

“Jika kamu senang berkumpul dengan orang-orang yang suka membicarakan orang, maka saat kamu tidak ada mereka akan membicarakanmu.”

Namun ada ghibah yang dibolehkan jika ada tujuan yang syar’i yaitu dalam enam keadaan tertentu sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Shahih Muslim. Enam keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain adalah sebagai berikut:
1- Mengadu tindak kezaliman kepada  pihak yang berwenang. Semisal mengatakan, “Si Romi telah menzalimiku.”
2- Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar. Semisal meminta pada orang yang mampu menghilangkan suatu kemungkaran, “Si Doni telah melakukan tindakan kemungkaran semacam ini, tolonglah kami agar lepas dari tindakannya.”
3- Meminta fatwa pada seorang mufti seperti seorang bertanya mufti, “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan.”
4- Mengingatkan kaum muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perowi hadits.
5- Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan dosa yang ia lakukan di depan umum.
6- Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah dimaklumi dengan ciri-cirinya.

Dirangkum dari berbagai sumber.

Komentar

Entri Populer

RENUNGAN, Sebuah Pesan Indah Untukmu Ukhti…

Kisah Seorang Akhwat Yang Minta Dilamar Ikhwan, Awalnya Dicueki, Tapi Setelah Itu Kejutan Datang

3 kanak-kanak lemas selepas terjatuh dalam sungai